• Home
  • Perjalanan
  • Fotografi
  • Buah Pikir
  • Medan
  • Tentang saya

Tag Archives: blogger

PULAU BANYAK

31 Kamis Jan 2019

Posted by Arman in Fotografi, Home, Perjalanan

≈ 5 Komentar

Tag

aceh, blogger, blogging, catatan perjalanan, jalan-jalan, ngeblog, Perjalanan, pulau banyak, traveling

Kehidupan itu laksana lautan. Orang yang tak hati-hati mengayuh perahu, memegang kemudi dan menjaga layar. Maka karamlah ia digulung ombak dan gelombang. Hilang ditengah samudera yang luas (Hamka)

Gugusan pulau yang berada di Samudera Hindia, tepatnya di sebelah barat pulau Sumatera. Pulau Banyak termasuk wilayah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Nangroe Aceh Darusalam. Ditempuh lewat perjalanan darat dari Medan, membelah pulau Sumatera melewati dataran tinggi Karo dan berhenti di pelabuhan Aceh Singkil dan dilanjutkan dengan perjalanan melintasi samudera

Aceh Singkil
Warung kopi di sebelah dermaga biasanya menjadi tempat istirahat traveller sebelum melanjutkan perjalanan ke Pulau Banyak (Fujifilm Xpro2/XF 14 mm f 2.8)
Menikmati segelas kopi hangat sebelum berangkat (Fujifilm Xpro2/XF 14 mm f2.8)
Suasana dermaga di pagi hari (Fujifilm Xpro2/XF 14 mm f2.8)
aceh singkil, pulau banyak
Pelabuhan rakyat (Fujifilm Xpro2/XF 14 mm f2.8)
Aceh singkil
Diatas geladak, menunggu upacara pengibaran bendera usai (Fujifil Xpro2/XF 14 mm f2.8)

Hari itu jumat bertepatan dengan ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Aku dan teman-teman menikmati secangkir kopi hitam pekat di sebuah warung dekat dermaga menunggu pengangkutan kapal motor yang akan membawa kami ke Pulau Balai yang merupakan salah satu pulau diantara gugusan pulau dan menjadi pusat administrasi kecamatan Pulau Banyak

Di kejauhan terlihat pelabuhan yang lebih besar, kiranya itu adalah pelabuhan feri penyeberangan yang secara priodik membawa penumpang dan barang dengan rute Singkil – Pulau balai- Nias dan sebaliknya. Dengan pertimbangan waktu, sejak awal kami memang memutuskan untuk tidak menggunakan jasa kapal feri. Pilihan yang menjadi awal sebuah petualangan.

Jam menunjukkan pukul 10.00 pagi, matahari mulai naik dan panas terasa mencekik . Aku dan teman-teman, sudah bersiap mencari posisi duduk di geladak kapal kayu, bercampur dengan barang-barang dan para penumpang lainnya. Waktu berlalu kapal tak juga bergerak. Tak ada tanda-tanda tekong (sebutan untuk nakhoda kapal) memberi perintah jalan. Penumpang tempak gelisah dan mulai bertanya kepada awak kapal yang lalu lalang. Jawabannya menunggu upacara pengibaran bendera usai ?

Semakin siang, perahu penuh dengan barang, bahan bangunan mendominasi geladak, manusia terjepit diantaranya. Permukaan air yang tadinya tak terjangkau kaki, mendadak menjadi dekat sekali. Petugas dari dinas Perhubungan mencatat data penumpang. Hmmm… mungkin karena tragedi kapal di danau Toba sebelumnya yang menelan banyak korban, membuat mereka jera.

Bisik-bisik orang di pelabuhan bahwa laut sedang tak ramah membuat orang-orang di sekitar dermaga melambaikan tangan dan mengucapkan doa sewaktu kapal perlahan meninggalkan pelabuhan.

Sesaat setelah kapal meninggalkan pelabuhan (Smartphone Xiaomi Mi A1)

30 menit kapal kayu melaju, pelabuhan dibelakang mulai samar sementara di depan lautan nampak bersatu dengan langit. Gelombang mulai datang menggulung. Firasatku berkata bahwa ini tak baik. Berkali-kali gelombang menabrakkan dirinya ke lambung kapal dan membuat air laut masuk membasahi semua yang ada di dalamnya. Penumpang terdiam, tak ada lagi canda. Hanya wajah-wajah tegang mulai mengucap doa. Sebagian lagi memilih tidur ????? Ahaa…. mungkin mereka berharap, jika kapal ini tenggelam mereka mati dalam keadaan tidur .

Mesin yang awalnya meraung keras, sekarang mulai lirih merintih. Tekong menurunkan kecepatan dan membiarkan kapal terombang-ambing mendompleng gelombang. Tak lama ia memutuskan untuk memutar haluan ke pulau terdekat yang tak berpenghuni. Sauh dilempar, tapi tak ada informasi yang jelas tentang apa yang terjadi dan apa yang akan dilakukan. Hanya kasak-kusuk bahwa semakin ke tengah gelombang semakin besar. Tak mungkin kapal kayu ini bisa melewatinya.

Satu jam menunggu kepastian, Tak ada suara selain riak air dan sesekali tawa kecil dari penumpang yang mulai bosan. Tiba-tiba mesin menyala, kapal bergerak merangkak balik ke pelabuhan. Rasa syukur karena lepas dari ketakutan bercampur dongkol karena waktu yang terbuang percuma.

kapal merapat ke salah satu pelabuhan. Meski berpindah dermaga, pelabuhan feri masih jauh terlihat oleh mata . Tak ada pilihan, jika tak ingin belasan jam kebelakang terbuang percuma, kami harus mengejar feri yang informasinya akan berangkat pukul 2 siang.

Kami berbagi tugas, beberapa orang membeli makanan untuk santap siang, sisanya mengurus barang dan antri membeli tiket. Waktu yang sempit memaksa kami berlari diantara teriknya matahari dan panasnya pasir pantai. Keringat bercucuran sewaktu kami sampai ke terminal pelabuhan .

Diruangan yang pengap , terjadi keributan antara petugas yang tak tahu diri dengan penumpang yang telah hilang kesabaran. Suasana semakin tidak nyaman. Teriakan-teriakan yang tak perlu menjadi warna proses pembelian tiket. Seorang petugas laki-laki dengan tampang sangar dan mata melotot keluar dari ruangan dan mengusir calon penumpang,

Kapal feri yang akan membawa kami ke Pulau Banyak (Xiaomi MiA1)
feri penumpang,
pulau banyak
Lantai 1 kapal feri (Fujifilm Xpro2/XF 14 mm f2.8)

Tak mau kalah calon penumpang balik membentak, sehingga bisa ditebak suara bergemuruh mengalahkan ganasnya samudera. Rasa lelah membuat aku merasa diam adalah pilihan terbaik. Butuh waktu yang cukup lama sampai akhirnya suasana kembali tenang dan tiket akhirnya kami pegang.

Ruangan penumpang (Fujifilm Xpro2/XF 14 mm f2.8)
feri peyebrangan
pulau banyak
Bagian buritan kapal (Fuji Film Xpro2/XF 14 mm f2.8)

Masalah tak juga mau pergi, sampai di gerbang feri, petugas memeriksa tiket, lacur ternyata tiket kami yang di pegang salah seorang temanku ternyata kurang. Akibatnya beberapa dari kami ditolak masuk.

Rasanya tiket tak mungkin hilang, pasti petugas yang salah memberi dan kami yang teledor tak menghitung.

Senja dari atas feri (Fujifilm XPro2/XF 14 mm f2.8)

Kapal feri cukup besar untuk menampung ratusan penumpang dan barang. Sejatinya cukup kokoh menerjang gelombang. Hari sudah menjelang sore saat suara terompet tanda jangkar kapal dinaikkan. Panas, kotor dan segala macam bau menyengat ada disitu. Sebagian turis mancanegara lebih memilih berdiri di geladak dekat buritan daripada duduk di kursi penumpang. Gelombang yang cukup besar mampu membuat feri sedikit bergoyang, namun dengan gagah ia pantang menyerah membelah biru pekat lautan.

Senja turun, langit berwarna kuning kemerahan. Mesin feri terus meradang.  aku sempat mencoba mengabadikan moment matahari terbenam, dan saat itu nampak setitik daratan, kiranya pulau Balai sudah dekat. Jam 19.30 wib feri merapat ke pelabuhan.

bule
tourist
pulau banyak
Penumpang sedang antri dipintu keluar saat feri bersandar di pelabuhan Pulau Banyak (Xiaomi mi A1)

Kami terlambat lima setengah jam dari waktu yang direncanakan, akibatnya muncul dilema apakah perjalanan dilanjutkan ke Pulau Palambak yang menjadi tujuan awal tempat menginap, atau bertahan di pulau Balai. Perahu kayu bermesin tempel sudah siap di Pelabuhan. Nasehat sang tekong supaya kami menunda perjalanan, lautan masih marah, begitu katanya.

Rumah yang menjadi tempat kami beristirahat (Fujifilm Xpro2/XF 14 mm f2.8)

Rasa takut dan kesal bergantian dikepala. Setelah berdiskusi kami memutuskan untuk mengikuti naluri takut kami. Malam itu kami menginap di pulau Balai dan akan melanjutan perjalanan esok hari.

Apa daya, tak ada penginapan yang tersisa. Untung atas bantuan seorang penduduk, akhirnya kami dapat tempat berlindung. Sebuah rumah panggung berlantai dan berdinding kayu yang sudah mulai lapuk. Rumah yang sudah lama tak dihuni menjadi satu-satunya tempat tersisa. Tempat yang lebih dari cukup untuk kami istirahat sambil menunggu pagi.

pulau banyak
Bagian dalam bangunan (Fujifilm Xpro2/XF 14 mm f 2.8)

Aku tertidur pulas tanpa mimpi dan tak sadar hujan turun dengan deras menembus atap dan membasahi lantai di sekitar tempatku berbaring.

pulau banyak
Kami menyambut pagi (Fujifilm Xpro 2/XF 14 mm f 2.8)

Azan subuh dari masjid berkumandang. Suara merdu muazin mengaktifkan seluruh indra. Hari ini perjalanan dilanjutkan. Mengarungi samudera dan berharap akan kebaikan alam semesta.



 

 

TAMAN BATU DARI UTARA

16 Rabu Jan 2019

Posted by Arman in Home, Perjalanan

≈ Tinggalkan komentar

Tag

alif stone park, blogger, Indonesia, kepulauan riau, natuna, Photography, ranai, taman batu, travel blogger, traveling

Awalnya aku mengira hanya Belitong yang memiliki pantai dengan batuan besar. Pada kenyataannya pulau Natuna Besar juga menyimpan pesona yang tak kalah cantiknya. Lokasinya sendiri tak jauh dari Ranai, ibukota kabupaten Natuna. Pantai dipenuhi batu  dalam ukuran raksasa yang sampai sekarang masih menjadi misteri  proses pembentukannya. Taman batu Alif Stone Park bagai benteng raksasa yang melindungi pantai dari serbuan ombak yang tak henti-hentinya. Nama Alif stone park sendiri konon berasal dari batuan yang menonjol seperti huruf alif dalam bahasa Arab. Dilokasi ini juga terdapat rangka ikan paus yang menjadi salah satu daya tarik saat berkunjung.

Natuna
Bibir pantai dilihat dari ketinggian

Natuna
Salah satu pemandangan di pulau Natuna

Natuna
Nama Alif stone park sendiri konon berasal dari batu-batu yang menonjol seperti huruf alif dalam bahasa Arab. Dilokasi ini juga terdapat rangka ikan paus yang menjadi salah satu daya tarik saat berkunjung ke tempat ini.

natuna
Batuan dengan ukuran raksasa di taman batu Alif stone park

Pemandangan di salah satu sisi taman batu Alif stone park

KASET, PITA BERSUARA

15 Senin Mei 2017

Posted by Arman in Buah Pikir, Home

≈ Tinggalkan komentar

Tag

blogger, Catatan, opini, tape recoder, Writing

Sudah sekian lama blog ini terabaikan, kesibukan seringkali menjadi alasan yang paling mudah untuk diucapkan, walaupun kemalasan adalah penyebab satu-satunya  aku tak menulis dalam beberapa waktu terakhir, dan sekarang aku mencobanya kembali

Peter Quill,   super hero yang  berkali-kali menyelamatkan galaxy selalu membawa walkman Sony sebagai bagian dari aksinya,  mengingatkanku pada setumpuk kaset yang tersusun rapi di dalam kotak bekas di sudut rumahku.

Aku membuka laman wikepedia, mencari tahu kapan kaset bermula. 1963 adalah tahun diperkenalkannya kaset oleh Phillips dan dibawa ke Amerika tahun 1964. Kaset dalam ejaan aslinya Cassette berasal dari bahasa Perancis berarti kotak kecil terdiri dari kumparan pita magnetik yang mampu merekam data dalam format suara.

Ditahun 70-an kaset adalah media yang paling umum untuk merekam di industri  musik menggantikan piringan hitam yang cenderung kurang praktis dan berharga mahal. Pada Era 80 an sampai dengan 90 menjadi puncak kejayaan kaset,  sampai saat sejarah itu  kembali terulang.

kaset, pita kaset, tape recorder

Koleksi kaset

Peran kaset ditahun 2000-an perlahan-lahan mulai tergantikan  dengan benda  baru  bernama CD (compact disc) yang mungkin sebentar lagi juga akan menghilang digantikan oleh alat lain yang lebih canggih. Seperti hukum alam pada umumnya akan muncul hal-hal baru menggantikan yang lama.

Perjalanan ke masa lalu dimulai. Kotak-kotak kaset itu mulai kubongkar satu persatu, menyingkirkan debu yang melekat dan menjemurnyanya dibawah terik mentari. Walaupun untuk  tindakan terakhir ini aku tak tau manfaatnya.

Malangnya sewaktu kucoba di pemutar kaset yang  kebih dikenal dengan istilah “tep” atau tape recorder, pita kaset  menggulung diantara roda dan sama sekali  tak mengeluarkan suara. Tak menyerah, tape recorder tahun 80-an bermerek Sharp itu kubersihkan perlahan,  sementara itu  aku harus bolak balik ke toko elektronik dekat rumah untuk membeli beberapa parts yang sudah mulai tak berfungsi sempurna.

Project selesai, alunan pita kaset mendayu, tak ketinggalan suara mendesis yang menjadi ciri khas kaset  mengingatkanku akan sebuah era. Ditengah hujan  yang mengguyur deras kunikmati untaian nada , sambil berhayal tak lama lagi aku akan kaya raya  karena  harta karunku ini.

Sungguh mimpi disiang bolong  🙂

 

 

 

TUAN DAN NYONYA

12 Minggu Mar 2017

Posted by Arman in Galleri, Home

≈ Tinggalkan komentar

Tag

Analog Camera, blogger, kamera film, leica copy, Photography, poetry, Rangefinder, Zorki 4

kebaya nyonya

Kebaya nyonya di Tjong Afie Mansion Medan (Zorki 4 /Leica copy, lensa Industar 52 mm f 2.8)

Di pagi hari tuan bertanya, mengapa langit tampak begitu muram? Dengan wajah kusut nyonya menjawab, dia muram karena engkau tak pernah mengetuk pintunya.

 

3.571289
98.638876

SUDUT PANDANG

11 Sabtu Mar 2017

Posted by Arman in Galleri, Home

≈ Tinggalkan komentar

Tag

black and white photography, blogger, monochrome, Photography, sudut pandang

fujifilm xpro 2

Sudut pandang (Fujifilm Xpro2, lensa Fujinon 35 mm f2)

Semua peristiwa akan memberikan sebuah makna. Sudut pandanglah yang membuat maknanya berbeda untuk  setiap orang.

Walaupun banyak sekali dimensi dari peristiwa itu sendiri, yang paling mudah membaginya menjadi sisi positif dan negatif.

Seburuk apapun peristiwa yang menimpa kita pasti memiliki sisi positif  dan cobalah selalu melihat dari sudut itu. Karena mungkin kita akan menemukan sesuatu yang tak pernah terpikirkan sebelumnya.

3.578865
98.657008

BROMO, GUNUNG PARA DEWA

20 Jumat Jan 2017

Posted by Arman in Home, Perjalanan

≈ 2 Komentar

Tag

blogger, bromo, canon 5 d mk ii, Indonesia, indonesia bagus, jalan-jalan, jawa timur, pariwisata indonesia, tengger, traveling

Gunung Bromo diambil dari bahasa Sangsekerta untuk Brahma (salah satu Dewa utama agama Hindu). Termasuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo, Tengger, Semeru ini pernah aku kunjungi pada bulan Oktober tahun 2011 silam.

Dengan ketinggian 2.300 dpl Gunung Bromo  dapat dicapai dari beberapa kota di Jawa Timur. Salah satu alternatifnya adalah lewat kota Probolinggo. Dengan menggunakan taksi dari bandara Juanda Surabaya aku menuju stasiun bus antar kota lalu melanjutkan perjalanan  menuju kota Probolinggo. Sesampai disana perjalanan masih harus dilanjutkan dengan menggunakan angkot atau ojek menuju desa Cemoro Lawang sebagai tempat terakhir dimana masih terdapat penginapan.

bromo

Matahari terbit di Bromo

Matahari terbit,  adalah salah satu pemandangan terbaik yang dapat disaksikan  di kawasan ini  dan untuk itu  aku harus bangun subuh-subuh, menumpang  ojek yang telah dipesan sebelumnya.

Motor melaju   menembus gelap   dan  dengan lincah berkelok-kelok melewati jalan sempit berbatu membuat tubuh  terhempas lemas.

bromo

Pemandangan Bromo dari Penanjakan 1

Dari Penajakan 1 terlihat pemandangan yang membuat semua kesakitan diperjalanan terbayar lunas. Langit laksana kanvas yang dilukis  sempurna dengan dominasi warna merah menyala.  Seiring naiknya mentari gunung Batok, Bromo dan Semeru dikejauhan mulai menampakkan diri.

Gunung batok

Gunung Batok

Kawah Bromo nampak  terkoyak karena pada saat itu baru terjadi letusan, sementara Semeru terlihat mengeluarkan asap dari kawahnya. Waktu matahari mulai tinggi perjalananpun dilanjutkan. Pengendara ojek yang adalah pria suku Tengger dengan tenang memacu motornya seolah tak peduli dengan jurang yang menganga.

bromo

Bromo, Batok dan Semeru

Memasuki lautan pasir, motor melaju semakin kencang meninggalkan debu dibelakang, sampai akhirnya tak ada jalan lagi  dan kuda-kuda sudah menunggu untuk membawaku ke puncak.

bromo

Menanti penumpang

Tangga menuju kawah nyaris tak terlihat karena tertutup pasir, beberapa orang terlihat berusaha mendaki meski dengan kaki-kaki terlihat kepayahan. Aku memutuskan untuk tak melakukan hal yang sama. Menikmati pemandangan dari kaki bawah sudah cukup memuaskanku.

Bromo

 

bromo

Menunggku penumpang II

bromo

Para penunggang kuda

bromo

Ditengah lautan pasir

Dari kejauhan terlihat Pura Luhur Poten ditengah lautan pasir, yang merupakan pura Hindu tempat beribadat suku Tengger sejak jaman Majapahit. Pura ini masih terlihat terawat dengan baik dan masih digunakan untuk upacara agama Hindu.

bromo

Matahari di Bromo

bromo

lautan pasir

bromo

Padang rumput

Aku melanjutkan perjalanan, kali ini di sebuah padang rumput luas. Namun pada saat itu rumput terlihat kering meranggas, disebabkan hawa panas letusan gunung.

 

Foto menggunakan kamera canon EOS 5 D mk ii dan lensa canon 17-40 mm f 4 serta kamera saku Sony

 

Armansyah Putra

Medan, Indonesia
+628126046403
arman_poetra@yahoo.co.id

Instagram

Standard Chartered Singapore Marathon 2019 (SCSM), Mungkin adalah salah satu marathon terbaik dari sisi penyelenggaraan. Event yang diikuti 51.000 peserta dari 35 negara ini, sangat tertata rapi, mulai dari proses registrasi, saat event berlangsung maupun sesudahnya . . Walaupun tujuan awal datang ke Negara ini adalah untuk menyaksikan konser band legendaris U2, namun mengikuti race di salah satu kategori SCSM 2019 tetaplah menjadi pengalaman yang tak terlupakan . . #scsm2019 #singaporemarathon #itsourstorun #marathon
Singapore Marathon 2019 #scsm2019 #sgmarathon #scsm #running #livehealthierlives #sunlifexkumparan @sunlife_id @kumparancom
U2 Joshua Tree Tour 2019 #u2 #joshuatreetour2019 #singapore
Kehilangan mengajarkan tentang arti memiliki . . #hitamputih #monochrome #human
Kita tahu bahwa kita tidak tahu apa-apa. Itulah puncak kebijaksanaan manusia . . #garasikata #bwstyleoftheday #bnw_society #hitamputih

Follow me on Twitter

Twit Saya

Komentar Terbaru

Arman pada BROMO, GUNUNG PARA DEWA
doni pada BROMO, GUNUNG PARA DEWA
Bang Harlen pada PULAU BANYAK
Arman pada PULAU BANYAK
Bang Harlen pada PULAU BANYAK

Top Posts & Halaman

  • FILOSOFI GELAS KOSONG
  • BAGAN DELI, HITAM PUTIH KAMPUNG NELAYAN
  • WAKTU ISYA DI MASJID AGUNG XI'AN
  • PEMIMPIN YANG TAK KUNJUNG TIBA
  • KASET, PITA BERSUARA
  • FOUNTAIN PEN

Blog di WordPress.com.

Batal
Privasi & Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan menggunakan situs web ini, Anda setuju dengan penggunaan mereka.
Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara mengontrol cookie, lihat di sini: Kebijakan Cookie